Swasembada

PENDAHULUAN

Swasembada pangan berarti kita mampu utk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi kebijakan tsb, antara lain dengan melakukan:
1.     Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.
2.      Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.
3.     Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.
4.     Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).
Jadi diversifikasi adalah bagian dr program swasembada pangan yg memiliki arti pengembangan pilihan/ alternatif lain makanan pokok selain padi/nasi (sebab di indonesia makanan pokok adalah padi/nasi). Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu non pad/nasi.
Swasembada pangan berarti kita mampu utk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi kebijakan tsb, antara lain dengan melakukan:

1. Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.

2. Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.

3. Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.

4. Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SWSEMBADA PANGAN

Program swasembada pangan, khususnya beras, tidak akan pernah terwujud selama jajaran pengambil kebijakan di pemerintahan lebih  mementingkan impor ketimbang memperluas lahan sawah dan membantu petani meningkatkan produksi. Swasembada beras tinggal ilusi setelah pernah diraih 1984 dan 2004 silam.
Indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat diandalkan untuk mendukung swasembada beras. Terlebih bila memperhitungkan lahan pertanian padi yang masih potensial dan luas, di samping jumlah sumber daya manusia (petani) banyak, produksi pupuk dan benih memadai, serta sistem irigasi yang sudah terbentuk sejak lama.
Namun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda) serta seluruh pihak terkait malah terkesan memandang sebelah mata sektor pertanian tanaman pangan. Fakta paling gamblang tentang itu: lahan pesawahan – termasuk yang beririgasi teknis – terus menyusut secara signifikan akibat tergusur aneka kepentingan nonpertanian, terutama permukiman dan industri.
Maka jangan sesali kalau produksi beras nasional cenderung menurun. Bahkan kalaupun berbagai faktor amat menunjang – seperti iklim, pengendalian hama, juga penyediaan berbagai input – produksi beras nasional sulit sekali ditingkatkan lagi. Produksi beras nasional boleh dikatakan sudah stagnan di level 50-an juta ton per tahun. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi pertambahan penduduk, terus meningkat pasti dan begitu signifikan.
Di lain pihak, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam terus berupaya keras meningkatkan produksi beras secara intensif. Upaya mereka sungguh tak mengenal lelah, termasuk mengembangkan dan menerapkan inovasi pertanian. Target mereka bukan lagi sekadar mencapai swasembada, melainkan tampil menjadi negara produsen beras terbesar di dunia.
Dalam konteks seperti itu pula, Thailand dan Vietnam sering tampil menjadi “penyelamat” bagi Indonesia ketika persediaan beras di dalam negeri menyusut. Bagi Indonesia, Thailand dan Vietnam kini menjadi sumber andalan bagi impor beras.
Tapi celakanya, impor beras kini terkesan bukan lagi sekadar alternatif sementara. Impor beras seolah sudah menjadi andalan untuk mengamankan kebutuhan nasional. Di tengah produksi beras di dalam negeri yang cenderung stagnan atau bahkan terus menurun, sementara kebutuhan konsumsi mencatat grafik yang kian menanjak, pemerintah tidak cukup terlecut untuk bertindak habis-habisan menggerakkan upaya peningkatan produksi beras nasional. Pemerintah terkesan lebih merasa aman dan nyaman mengandalkan impor.
Untuk mendukung salah satu program revitalisasi pertanian tersebut, pemerintah seharusnya menyiapkan lebih banyak lagi bibit unggul untuk para petani, sehingga produksi pertanian dari tahun ke tahun akan semakin membaik. Untuk mewujudkan swasembada yang dimaksud, maka diperlukan peningkatan produksi beras sebanyak 2 juta ton tahun 2007 dan peningkatan lima persen per tahun hingga tahun 2009.
Kunci keberhasilan peningkatan produksi padi, antara lain optimalisasi sumber daya pertanian, penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi, dukungan sarana produksi dan permodalan, jaminan harga gabah yang memberikan insentif produksi serta dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan.
Sementara strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan itu, yakni dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usaha tani.
Sedangkan upaya peningkatan produktivitas padi antara lain melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di 33 provinsi seluas 2,08 juta hektare, penanaman padi hibrida di 14 provinsi seluas 181.000 hektare, dan perbaikan intensifikasi non-PTT di 33 provinsi seluas 10,3 juta hektare.

Hambatan dalam program swasembada pangan

  • pencapaian swasembada pangan, terutama padi, jagung, kedelai dan gula masih menghadapi kendala karena keterbatasan lahan pertanian di dalam negeri.
  • Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada pangan masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.

    Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang kemampuan pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga setiap tahun justru terjadi pengurangan luas lahan pertanian.

    Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis itu.

Program Swasembada Pangan Pemerintah Saat ini

Pada masa SBY, pemerintah mengeluarkan progam perencanaan revitalisasi pertanian yang mencoba menempatkan kembali sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual dengan meningkatkan pendapatan pertanian untuk GDP, pembangunan agribisnis yang mampu meyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung dan palawija.

 Ketika harga beras melonjak sampai pada titik di mana konsumsinya harus dikurangi, penduduk menjadi kekurangan gizi dan kelaparan. Beras adalah pusat dari semua hubungan pertalian sosial.
Radius Prawiro pada tahun 1998 menjabarkan beberapa langkah kunci yang pernah diambil dalam perjalanan ke arah swasembada beras, diantaranya: 1. Bulog, Dewan Logistik Pangan, dan Harga-harga Beras.
Di antara lembaga-lembaga tersebut, Buloglah yang paling berperan dalam pencapaian swasembada beras. Bulog tidak terlibat langsung dalam bisnis pertanian, melainkan hanya dalam urusan pengelolaan pasokan dan harga pada tingkat ansional.
Bulog sengaja diciptakan untuk mendistorsi mekanisme harga beras dengan manipulasi untuk memelihara pasar yang lebih kuat. Selama tahun-tahun pertamanya dalam dekade 70-an, Bulog secara bertahap menaikkan harga dasar beras untuk petani. Pada pertengahan dekade 80-an, ketika Indonesia surplus beras, Bulog mengekspor beras ke luar negeri untuk mencegah jatuhnya harga. Tindakan ini membantu memelihara stabilitas pasar yaitu:
1)    Teknologi dan Pendidikan.
Sejak tahun 1963, Indonesia memperkenalkan banyak program kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Pemerintah berjuang untuk memperkenalkan teknologi pertanian kepada para petani.
Di samping itu, pemerintah juga menekankan pendidikan untuk menjamin teknik dan teknologi baru dimengerti dan digunakan secara benar. Faktor lain yang berperan penting dalam meningkatkan hasil padi adalah peningkatan penggunaan pupuk kimia.
2)    Koperasi Pedesaan.
Pada tahun 1972, ketika Indonesia kembali mengalami panen buruk, pemerintah menganjurkan pembentukan koperasi sebagai suatu cara untuk memperkuat kerangka kerja institusional. Ada dua bentuk dasar dari koperasi, pada tingkat desa ada BUUD (Badan Usaha Unit Desa).
Pada tingkat kabupaten, ada koperasi serba usaha yang disebut KUD (Koperasi Unit Desa). Koperasi juga bertindak sebagai pusat penyebaran informasi atau pertemuan organisasi.

3)    Prasarana.
Banyak aspek pembangunan prasarana yang secara langsung ditujukan untuk pembangunan pertanian, dan semuanya secara langsung memberikan kontribusi untuk mencapai swasembada beras.
Sistem irigasi merupakan hal penting dalam pembangunan prasarana pertanian. Pekerjaan prasarana lain yang berdampak langsung dalam pencapaian tujuan negara untuk berswasembada beras adalah program besar-besaran untuk pembangunan dan rehabilitasi jalan dan pelabuhan.
Pada masa itu, petani dipaksa bekerja dengan program pertanian modern yang penuh dengan tambahan kimiawi yang merendahkan kualitas kesuburan tanah untuk jangka panjang. Para petani dipaksa bertanam dengan menggunakan sarana produksi pupuk, obat hama, benih, dan lain sebagainya yang dipasarkan oleh beberapa perusahaan MNC/TNC yang mendapatkan lisensi pemerintah.
Penggunaan saprodi produk perusahaan MNC/TNC tersebut harus dibeli petani dengan harga mahal dari tahun ke tahun. Akibatnya, biaya produksi pertanian selalu melambung dan tidak terjangkau oleh petani domestik. Ironisnya, harga jual produk pertanian terutama beras, dikontrol dan dibuat murah harganya oleh pemerintah.
Pemerintah juga sering melakukan praktik dagang menjelang pelaksanaan kebijakan ekonomi yang kontroversial. Stok beras di pasaran dibuat langka baru kemudian harga naik, akhirnya masyarakat dipaksa memahami impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah berdampak dua hal yakni:
–    Pertama, menurunkan motivasi kerja para petani karena hasil kerja kerasnya akan kalah berkompetisi dengan beras impor di pasaran.
–    Kedua, menterpurukkan tingkat pendapatan petani domestik yang rendah menjadi sangat rendah.
Selain itu, ada motivasi ekonomi-politik yang sebenarnya disembunyikan di balik logika bisnis impor beras. Impor beras merupakan bentuk kebijakan ekonomi-politik pertanian yang mengacu kepada kepentingan pasar bebas atau mazhab neo-liberalisme.
Kebijakan impor beras adalah pemenuhan kesepakatan AoA (Agreement on Agriculture) WTO yang disepakati oleh Presiden Soeharto tahun 1995 dan dilanjutkan pemerintahan penerusnya sampai sekarang. Butir-butir kesepakatan AoA terdiri dari :
1. Kesepakatan market access (akses pasar) komoditi pertanian domestik. Pasar pertanian domestik di Indonesia harus dibuka seluas-luasnya bagi proses masuknya komoditi pertanian luar negeri, baik beras, gula, terigu, dan lain sebagainya.
2. Penghapusan subsidi dan proteksi negara atas bidang pertanian. Negara tidak boleh melakukan subsidi bidang pertanian, baik subsidi pupuk atau saprodi lainnya serta pemenuhan kredit lunak bagi sektor pertanian. 3. Penghapusan peran STE (State Trading Enterprises) Bulog, sehingga Bulog tidak lagi berhak melakukan monopoli dalam bidang ekspor-impor produk pangan, kecuali beras.
Dampak pemenuhan kesepakatan AoA WTO sangat menyedihkan bagi kondisi pertanian lndonesia semenjak 1995 hingga sekarang ini. Sektor pertanian di Indonesia mengalami keterpurukan dan kebangkrutan. Akibat memenuhi kesepakatan AoA WTO, Indonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1998 sebesar 4,5 juta ton setahun.
Beberapa kalangan aktivis gerakan petani di lndonesia menyebutkan merosotnya produksi beras nasional semenjak tahun 1985-2009 dikarenakan problem warisan struktural pertanian masih melekat dalam kehidupan petani. Di antaranya, semakin banyak petani yang berlahan sempit (menjamumya petani gurem) dan tidak adanya kemajuan teknologi pertanian yang berorientasi ekologis.
Menurut sebuah studi oleh Peter Timmer pada tahun 1975, Konsep kepemilikan lahan rata-rata memang agak kabur pada tingkat mikro karena adanya perbedaan besar dalam hal penggunaan dan kualitas lahan. Namun demikian, fakta yang perlu ditekankan adalah bahwa lebih dari dua pertiga populasi usaha tani hanya memiliki kurang dari setengah hektar lahan untuk bercocok tanam, bahkan mungkin kurang dari sepertiga hektar lahan”.
Kemiskinan struktural di Indonesia juga dikemukakan oleh Geertz pada penelitiannya di tahun 1963, yang membawa pada gagasan shared poverty (kemiskinan yang ditanggung bersama). Pekerjaan dan pendapatan dari sektor pertanian dibagi-bagi kepada anggota keluarga, atau desa, sehingga semua mendapat pekerjaan dan makanan, namun tetap miskin.
Geertz secara pesimis menyimpulkan bahwa barangkali tidak mungkin untuk memperbaiki pertanian Indonesia secara signifikan. Karena, tanpa mengubah struktur sosial secara besar-besaran, “Setiap usaha untuk mengubah arah perkembangannya, misalnya menabur pupuk di atas lahan pertanian di Jawa yang sangat sempit, irigasi modern, cocok tanam padat karya dan diversifikasi tanaman, hanya akan menumbuhkan satu hal: paralisis.”
Hasil survei Petani Center NGos tahun 2007 menyatakan bahwa tingkat pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektare kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh industri di kota besar. Para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektare untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp 2,5 juta, termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dan lain-lain.
Sementara itu, hasil dari produksi beras/padi sawah seluas 0,5 hektare yang dijual, setelah sebagian dijadikan stok logistik rumah tangga, hanya menghasilkan Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Jadi, keuntungan bersih hanya Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, yang jika dibagi tiga bulan maka rata-ratanya hanya mendapatkan laba Rp 700.000 per bulan. Jika impor beras dilakukan dan harga beras petani semakin anjlok, dapat dibayangkan berapa keuntungan yang akan didapatkan oleh para petani negeri ini.
Presiden SBY adalah seorang doktor pertanian yang pernah menulis tesis tentang revitalisasi pertanian dengan beberapa kesimpulan, di antaranya:
1.    Untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World Bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian.
2.    Pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian.
3.    Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani dengan penerapan penuh sistem pertanian berkelanjutan. Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan.

Kebijakan pemerintahan SBY saat ini tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain,
•    Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris. Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan.
•    Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen warga negara.
Ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, di antaranya :
•    Dari segi sarana dan prasarana, dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.

•    Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara.

•    Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para elite politik membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.

referensi :
 Tambunan, Tulus TH, 1996, “Perekonomian Indonesia”, Jakarta: Ghalia Indonesia

Penanaman Modal

Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerjamodalsumber daya alam, dankewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin R: 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources).
Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesingedungmobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.
1.     Manfaat Bagi Negara Pemberi dan Negara Penerima
Seperti halnya perdagangan internasional, mobilisasi K antar negara mempunyai manfaat bagi negara pengekspor maupun pengimpor K tersebut. Proyek I dengan tingkat pengembalian (return on investment; ROI) yang tinggi di suatu negara tidak akan dikorbankan karena kelangkaan dana, sementara proyek I dengan hasil yang rendah di  negara yang memiliki dana berlimpah dapat terus dilaksanakan.
Namun, manfaat dari adanya I dari DCs di LDCs juga harus dilihat dalam bentuk pertumbuhan output (PDB), kesempatan kerja dan pendapatan, peralihan teknologi (T), pengetahuan manajemen, dan lain-lain.
2.       Pembiayaan Defisit Tabungan-Investasi (S-I Gap)
Bagi Indonesia, K asing diperlukan bukan hanya untuk membiayai defisit TB (M) atau menutupi kekurangan CD, tetapi juga untuk membiayai I di dalam negeri (pembentukan modal bruto domestik). Defisit TB paling tidak harus di kompensasi dalam jumlah yang sama oleh surplus CA agar CD tidak berkurang. Berarti semakin besar defisit TB, semakin besar arus K masuk yang diperlukan untuk menjaga agar CD tidak berkurang.
Berdasarkan data BPS (National Account Statistics), Indonesia selalu kekurangan dana domestik dari S untuk membiayai I, terkecuali pada tahun-tahun tertentu jumlah S nasional lebih banyak daripada nilai I domestik.
Ketergantungan pada K asing bukan hanya dialami oleh LDCs. Banyak juga DCs atau negara berpenghasilan menengah dan tinggi juga mengalami S-I gap. Hal ini bisa dikarenakan banyaknya I asing (bukan K asing dalam benntuk pinjaman) yang masuk karena negara-negara tersebut sangat menarik untuk I.
3.       Perkembangan Arus Modal Masuk
Data yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga dunia seperti Bank Dunia, UNIDO, UNCTAD menunjukkan perkembangan arus I internasional dari DCs ke LDCs sangat pesat terutama sejak akhir 1980-an. Perkembangan ini ditandai oleh peningkatan partisipasi dari investor-investor dan lembaga-lembaga keuangan dari DCs di pasar uang / K di LDCs. Arus I dari DCs ke LDCs bahkan lebih besar daripada arus perdagangan antara kedua kelompok negara tersebut. MenurutMontiel (1993), Taylor, dan Sarno (1997), perkembangan ini didorong terutama oleh liberalisasi pasar uang dan K di banyak LDCs termasuk Indonesia menjelang akhir 1980-an yang antara lain menghapuskan pengawasan pemerintah terhadap lalu lintas K dan membebaskan tingkat suku bunga kepada mekanisme pasar.
Sebenarnya yang penting untuk diperhatikan bukan angka persetujuan, tetapi angka realisasi, dan kalau dilihat angka realisasinya, gambaran mengenai pertumbuhan I di Indonesia lebih buruk lagi. Data dari BKPM yang diolah oleh Litbang harian Kompas menunjukkan bahwa nilai realisasi I langsung di Indonesia, baik PMDN maupun PMA rata-rata per tahun sangat kecil sebagai suatu persentase dari nilai I yang disetujui.
4.        Arus Modal Resmi
Arus K resmi baik dalam bentuk pinjaman mamupun ’bantuan pembangunan’ (ODA) dari negara-negara donor secara individu (pinjaman bilateral) atau dari lembaga-lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia. Bagian terpenting dari arus K resmi yang diterima oleh pemerintah Indonesia setiap tahun adalah bantuan pembangunan dalam bentuk pinjaman dengan bunga sangat murah dan persyaratan-persyaratan sangat lunak, maupun dalam bentuk hibah. Bantuan pembangunan ini digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, baik proyek maupun program. Ketergantungan pemerintah terhadap bantuan pembangunan dari sumber eksternal berkorelasi negatif terhadap defisit keuangan pemerintah (anggaran pendapatan dan belanja negara: APBN) yang dapat dijelaskan dalam suatu persamaan sederhana sebagai berikut:
                  BPN = G – Ty
Terdapat suatu korelasi antara APBN dan saldo TB yang dapat dijelaskan dengan beberapa persamaan berikut:
      Y = C + G + I + X – M
Selanjutnya dari persamaan definisi Y tersebut didapat persamaan berikut:
      Y – C + Ty = G + I + X – M
Atau
      S + Ty = G + I + X – M
Atau
      S – I + Ty = G + X – M
Apabila tidak ada S-I gap atau ekonomi internal seimbang (S=I), maka didapat:
Ty – G (saldo APBN) = X – M (Saldo TB)
 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa defisit TB mempunyai suatu korelasi yang kuat dengan arus K asing resmi atau BPN. Hal ini dibuktikan oleh pengalaman Indonnesia selama pemerintahan Soeharto hingga sekarang.
Kapan suatu Perusahaan dapat dikatakan sebagai Perusahaan PMA
a.       Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, maka yang disebut sebagai “Penanaman Modal Asing”, harus memenuhi beberapa unsur berikut (Ps. 1(3)):
Merupakan kegiatan menanam modal
b.      Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
c.        Dilakukan oleh penanam modal asing,
d.      Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Adapun bentuk penanaman modal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya (Ps. 5(3)):
a.       Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas;
b.      Membeli saham; dan
c.       Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Berdasarkan pengertian ini, maka dapat disimpulkan bahwa setiap Perusahaan yang didalamnya terdapat Modal Asing, tanpa melihat batasan jumlah modal tersebut dapat dikategorikan sebagai PMA. Sebagai contoh, sebuah perusahaan lokal (PT ABC) menjual 5% sahamnya dalam rangka penambahan modal. Selanjutnya sebuah perusahaan asing (XYZ Co. Ltd) bermaksud membeli saham tersebut. Maka setelah beralihnya saham tersebut kepada XYZ Co. Ltd, PT. ABC akan berubah menjadi PT PMA setelah melalui prosedur yang dijelaskan pada bagian 3.
Jenis usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan  PMA
Adapun jenis usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sebuah Perusahaan PMA diatur dalam Perpres No. 76 Tahun 2007 dan Perpres No. 77 Tahun 2007 jo. Perpres No.111 Tahun 2007. Adapun klasifikasi daftar bidang usaha dalam rangka penanaman modal terbagi atas:
a. Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, seperti Perjudian/Kasino,  Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keratin, prasasti, pertilasan, bangunan kuno, dll), Museum Pemerintah, Pemukiman/Lingkungan Adat, Monumen, Objek Ziarah, Pemanfaatan Koral Alam serta bidang-bidang usaha lain sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Perpres No.111 Tahun 2007.
b. Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan (Sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Perpres No.111 Tahun 2007):
1. Dicadangkan untuk  UMKMK;
2. Kemitraan;
3. Kepemilikan modal;
4. Lokasi Tertentu;
5. Perizinan khusus;
6. Modal dalam negeri 100%;
7. Kepemilikan modal serta lokasi
8. Perizinan khusus dan kepemilikan modal; dan
9. Modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus.
referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_produksi

UKM (Usaha Kecil Menengah

UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
UKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggijika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm ini perluperhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut adalah :
1. Membangun Sistem Promosi untuk Penetrasi Pasar
2. Merawat Jaringan Pasar untuk Mempertahankan Pangsa Pasar
Kinerja nyata  yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah.  Hal ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor pertanian(yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata di usaha mikro dan kecilumumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikan produktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila di bandingkan dengan usaha yang lebih besar.
Di antara berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologidan kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini.Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti misalnya Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKMbukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena produktivitasnya yang rendah.Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya.  Salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.
Untuk meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untukmengangkat kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan ‘technical change’ yang berarti tahap penguasaan teknologi. “Technical change” sebagian terbesar bersifat “tacit” atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya mengikuti trajektori tertentu yang khas.
Agar supaya pengenalan teknologi dapat menghasilkan ‘technical change’ daninovasi dalam dunia usaha diperlukan beberapa kondisi :
·         Kemampuan UKM untuk menyerap, mengadopsi dan menerapkan teknologi baru dalam usahanya.
·         Tingkat kompatibilitas teknologi ( spesifikasi, harga, tingkat kerumitan ) dengan kebutuhan dan kemampuan UKM yang ada.
·         Ketersediaan dukungan teknis yang relevan dan bermutu untuk proses pembelajaran dalam menggunakan teknologi baru tersebut.
Untuk komersialisasi teknologi hasil riset (apalagi penemuan baru) banyak menghadapi kendala: sumber teknologi: teknologi bersifat capital intensive dan belum mempunyai nilai ekonomis, memerlukan waktu lama dalam penyesuaian terhadapkebutuhan pasar, banyak jenis teknologi yang teruji dalam tingkatan bisnis; sistem insentif komersialisasi teknologi lemah; arus utama sistem industri.
Umumnya komunitas UMKM memiliki sekelompok kecil yang kreatif dan mampu mengambil peran ‘risk taker’. Kelompok ini cenderung menjadi ‘early adopter’ untuk teknologi baru. Sebagian besar cenderung menunggu karena mereka membutuhkan bukti nyata (‘tangible’) bahwa teknologi baru tersebut dapat memberi keuntungan. Dua aspek yang berlangsung inheren dalam proses ini adalah berinovasi ( ‘innovating’) dan pembelajaran ( ‘learning’).
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
A.              Undang-Undang dan Peraturan Tentang UKM
Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan tentang UKM
1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
B.               Definisi dan Kriteria UKM Menurut Lembaga dan Negara Asing
Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lemabaga asing.
1.      World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
a.      Medium Enterprise
b.      Small Enterprise
c.      Micro Enterprise
2.      Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.
3.      Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
b.      Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
4.      Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
a.       Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
b.      Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu
c.       Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu
d.      Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu
5.      Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US$ 60 juta
6.      European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
a.       Medium-sized Enterprise, dengan kriteria :
·         Jumlah karyawan kurang dari 250 orang
·         Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta
·         Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta
b.      Small-sized Enterprise, dengan kriteria :
·         Jumlah karyawan kurang dari 50 orang
·         Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10 juta
·         Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta
c.       Micro-sized Enterprise, dengan kriteria :
·         Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
·         Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2 juta
·         Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta
C.              Komparasi Karakteristik Dasar UKM
Karakteristik-karakteristik dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1.         Karakteristik dasar UKM di Jepang adalah sebagai berikut :
a.       Sebagai subkontraktor yang efisien dan handal bagi perusahaan yang besar.
b.      Hasil learning process sebagai subkontraktor diperoleh kemampuan teknis dalam proses produksi
c.       Mempunyai efisiensi dan daya saing ekspor
d.      Dikembangkan IKM yang sangat efisien dan berdaya saing tinggi.
2.      Karakteristik dasar UKM di Korea Selatan adalah sebagai berikut :
a.       UKM dijadikan sebagai subkontraktor chaebol (konglomerat raksasa) sebagai kebijakan pemerintah
b.      Mempunyai orientasi ekspor
c.       Adanya persaingan internal
3.      Karakteristik dasar UKM di Taiwan adalah sebagai berikut :
a.       Pertumbuhan UKM disebabkan oleh kebijakan finansial melalui kredit yang disalurkan
b.      Mempunyai orientasi ekspor
4.      Karakteristik dasar UKM di Filipina adalah sebagai berikut :
a.       Mempunyai export zone
b.      Mempunyai orientasi ekspor
c.       Bahan baku lokal
d.      Perubahan pola subkontrak menjadi original equipment manufacturing (OEM).
e.       Menuju industi yang high technology
5.      Karakteristik dasar UKM di Indonesia adalah sebagai berikut :
a.       Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
b.      Masih lemahnya struktur kemitraan dengan Usaha Besar
c.       Lemahnya quality control terhadap produk
d.      Belum ada kejelasan standardisasi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen
e.       Kesulitan dalam akses permodalan terutama dari sumber-sumber keuangan yang formal
f.       Pengetahuan tentang ekspor masih lemah
g.      Lemahnya akses pemasaran
h.      Keterbatasan teknologi, akibatnya produktivitas rendah dan rendahnya kualitas produk
i.        Keterbatasan bahan baku
Menumbuhkan UKM-UKM baru dan melakukan penguatan terhadap UKM yang sudah ada
Sebagaimana diungkapkan diawal tulisan ini, bahwa UKM terbukti relatif tangguh dalam menghadapi badai krisis ekonomi. Kondisi ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.
Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya:
·         Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit Union (CU)
·         Bank Perkreditan Rakyat
·         dan Bank Rakyat Indonesia (BRI)
CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di perkotaan.
Berbagai pihak telah memainkan peran positifnya dalam menumbuhkan dan mengokohkan sektor UKM, akan tetapi sampai saat ini UKM belum mampu secara signifikan menunjukkan ketidakberdayaannya dalam perekonomian di Indonesia, hanya sebatas potensi yang perlu dikembangkan. Berbagai hambatan dalam pengembangan UKM belum berhasil ditangani secara komprehensif, bahkan seringkali terkesan tumbang tindih hingga dicurigai ditunggangi agenda politik tertentu. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), oleh sebagian pihak dianggap menafihkan pranata ekonomi yang ada dan dicurigai sebagai kebijakan populis menjelang perhelatan akbar politik pada tahun 2009.
Kelebihan Dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah
Kelebihan yang dimiliki Usaha Kecil menengah (UKM) :
·         Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
·         Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil
·         Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis
·         Terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
Kelemahan yang dimiliki Usaha Kecil dan Menengah (UKM) :
·         Kesulitan pemasaran
Hasil dari studi lintas Negara yang dilakukan oleh James dan Akarasanee (1988) di sejumlah Negara ASEAN menyimpulkan salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar ekspor.
·         Keterbatasan finansial
UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.
·         Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin, organisasi, pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.
·         Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM di Indonesia.
Terutama selama masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah seperti sepatu dan produk-produk textile mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap dolar AS.
·         Keterbatasan teknologi
Berbeda dengan Negara-negara maju, UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global.
Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru.
Ciri-ciri usaha kecil
  • Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
  • Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
  • Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
  • Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
  • Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha;
  • Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
  • Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Contoh usaha kecil
  • Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;
  • Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;
  • Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan;
  • Peternakan ayam, itik dan perikanan;
  • Koperasi berskala kecil.
referensi :

Pembangunan Ekonomi Daerah

Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999)

Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.

Pembangunan ekonomi daerah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pemngetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999)

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab.

Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.

Ada tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional.

Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan. (Lincolin arsyad

Manajemen Pembangunan Daerah Yang Pro-Bisnis

Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah, mempunyai kelebihan dalam satu hal, dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang, serta membentuk wawasan orang banyak. Tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja dan pajak bagi pemerintah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.

Pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi daerahnya agar membawa dampak yang menguntungkan bagi penduduk daerah perlu memahami bahwa manajemen pembangunan daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang diharapkan. Bila kebijakan manajemen pembangunan tidak tepat sasaran maka akan mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Maka manajemen pembangunan daerah mempunyai potensi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Prinsip-prinsip manajemen pembangunan yang pro-bisnis adalah antara lain sebagai berikut.

a.          Menyediakan Informasi kepada Pengusaha

Pemerintah daerah dapat memberikan informasi kepada para pelaku ekonomi di daerahnya ataupun di luar daerahnya kapan, dimana, dan apa saja jenis investasi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang akan datang. Dengan cara ini maka pihak pengusaha dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan daerah yang diinginkan pemerintah daerah, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan dalam kegiatan apa usahanya akan perlu dikembangkan. Pemerintah daerah perlu terbuka mengenai kebijakan pembangunannya, dan informasi yang diterima publik perlu diupayakan sesuai dengan yang diinginkan.

b.         Memberikan Kepastian dan Kejelasan Kebijakan

Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang berubah-ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah serta tujuan kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang baik dapat membuat pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab itu adalah masalah kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan dukungan yang diperlukan.

Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu. Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan mengenai keseriusannya membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil kebijakan di daerahnya. Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya kepercayaan terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara terencana dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.

c.          Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan

Sektor ekonomi yang umumnya bekembang cepat di kota-kota adalah sektor perdagangan kecil dan jasa. Sektor ini sangat tergantung pada jarak dan tingkat kepadatan penduduk. Persebaran penduduk yang berjauhan dan tingkat kepadatan penduduk yang rendah akan memperlemah sektor jasa dan perdagangan eceran, yang mengakibatkan peluang kerja berkurang. Semakin dekat penduduk, maka interaksi antar mereka akan mendorong kegiatan sektor jasa dan perdagangan. Seharusnya pedagang kecil mendapat tempat yang mudah untuk berusaha, karena telah membantu pemerintah daerah mengurangi pengangguran. Pada waktunya pengusaha kecil akan membayar pajak kepada pemerintah daerah. Dengan menstimulir usaha jasa dan perdagangan eceran, pertukaran ekonomi yang lebih cepat dapat terjadi sehingga menghasilkan investasi yang lebih besar. Adanya banyak pusat-pusat pedagang kaki lima yang efisien dan teratur akan menarik lebih banyak investasi bagi ekonomi daerah dalam jangka panjang.

Sebagian besar lapangan kerja yang ada dalam suatu wilayah diciptakan oleh usaha kecil dan menengah. Namun usaha kecil juga rentan terhadap ketidakstabilan, yang terutama berkaitan dengan pasar dan modal, walaupun secara umum dibandingkan sektor skala besar, usaha kecil dan menengah lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pemerintah daerah perlu berupaya agar konjungtur ekonomi tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha kecil.

d.         Meningkatkan Daya Saing Pengusaha Daerah

Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang akan dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di daerahnya menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu perlu dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama. Pengusaha daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan menghadapi perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat meminta pengertian manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas dan tidak lebih tetap pasokannya.

Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya terencana agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup daerah, nasional maupun internasional.

e.          Membentuk Ruang yang Mendorong Kegiatan Ekonomi

Membentuk ruang khusus untuk kegiatan ekonomi akan lebih langsung menggerakkan kegiatan ekonomi. Pemerintah daerah perlu berusaha mengantisipasi kawasan-kawasan mana yang dapat ditumbuhkan menjadi pusat-pusat perekonomian wilayah. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh ini dapat berupa kawasan yang sudah menunjukkan tanda-tanda aglomerasi, seperti sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan; klaster industri, dsb. Kawasan cepat tumbuh juga dapat berupa kawasan yang sengaja dibangun untuk memanfaatkan potensi SDA yang belum diolah, seperti yang dulu dikembangkan dengan sistim permukiman transmigrasi. Kawasan-kawasan ini perlu dikenali dan selanjutnya ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti pengadaan terminal agribisnis, pengerasan jalan, pelatihan bisnis, promosi dsb.  Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat

Pembangunan Ekonomi Regional

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan .

Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah

Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.

Kajian Empiris di Indonesia

Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies, Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .
Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah .
Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .
Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia .
Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.
Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan tersebut.

Pembangunan Indonesia bagian Timur
Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.

Peranan Sumberdaya Ekonomi Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat berarti dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.

Dalam telaah teoritis, dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia (human resources) disamping beberapa faktor lain yang juga sangat krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi pasar.

Dengan pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan, ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi daerah dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan, dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan sosok yang semakin mengkhawatirkan.
Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah”. (Wasistiono, 2003)

referensi :

http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8559/

http://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-5-pembangunan-ekonomi-daerah-dan.html

http://junaidichaniago.wordpress.com/2010/02/01/peranan-sumberdaya-ekonomi-dalam-pembangunan-ekonomi-daerah/

Industrialisasi

A. Pendahuluan

Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah matapencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang).

Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.

Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

1.    Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Awal konsep industrialisasiè Revolusi industri abad 18 di Inggris è Penemuan metode baru dlm pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.

Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

Industrialisasiè suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
(1)   Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
(2)   Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
(3)   Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
(4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
(7) Meningkatkan penyebaran industri.
2.    Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
  • Kemampuan teknologi dan inovasi
  • Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
  • Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
  • Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
  • Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
  • Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
  • Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
3.    Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
4.    Permasalahan Industrialisasi
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
  • Keterbatasan teknologi.
  • Kualitas Sumber daya Manusia.
  • Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
  • Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.

Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi.

Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:

  • Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
  • Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
  • Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
  • Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
  • Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
  • Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
  • Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
  • Ketergantungan impor yang sangat tinggi
  • Tidak adanya industry berteknologi menengah
  • Konsentrasi regional

Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:

  • Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
  • Konsentrasi pasar
  • Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
  • Lemahnya SDM
5.    Strategi Pembangunan Sektor Industri
Startegi pelaksanaan  industrialisasi :
Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapatmenggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
  • Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia
  • Potensi permintaan dalam negeri memadai
  • Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
  • Kesempatan kerja menjadi luas
  • Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang’

Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia

  • Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
  • Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
  • Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
  • Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
  • Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang yang bisa baik pasar input maupun output.
  • Tingkat proteksi impor harus rendah.
  • Nilai tukar harus realistis.
  • Ada insentif untuk peningkatan ekspor.

Kebijakan industrialisasi

  • Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
  • Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
  • Diberlakukannya Undang-undang PMA
6. Dampak Industralisasi

Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.

Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.

Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apa pun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri nasional. Dan, aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia kerjanya.

Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.

Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.

Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20).

Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.

Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.

Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.

Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.

Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 102), mengelompokkan pecemaran alas dasar: a).bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya, b). pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial, c). pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.

7. Klasifikasi Industri 

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau pendekatan. Di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan kelompok.

  • Industri makanan, minuman, dan tembakau
  • Industri tekstil, pakain jadi, dan kulit
  • Industri kayu dan barang-barang dari kayu
  • Industri kertas
  • Industri kimia
  • Industri barang galian bukan logam
  • Industri logam dasar
  • Industri barang dari logam
  • Industri pengolahan lainnya
Referensi :

Sektor Pertanian

I. PENDAHULUAN

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan bakuindustri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggriscrop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologidan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh “petani tembakau” atau “petani ikan”. Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.

Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikananmemiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.

Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagaiagribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.

Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.

Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub “ideologi” pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.

Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

A. Peranan Sektor Pertanian

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets(1964), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yangg sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut :

  • Kontribusi Produk

Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

Kontribusi produk pertanian terhadap PDB dapat dilihat dari relasi antara pertumbuhan dari kontribusi tersebut dengan pangsa PDB awal dari pertanian dan laju pertumbuhan relatif dari produk-produk neto pertanian dan non pertanian.

Laju penurunan peran sektor pertanian secara relatif di dalam ekonomi cenderung berasosialisasi dengan kombinasi dari tiga hal berikut. Pangsa PDB awal dari sektor-sektor nonpertanian yang relatif lebih tinggi daripada pangsa PDB awal dari pertanian, laju pertumbuhan output dari sektor-sektor pertanian yang relatif rendah, dan laju pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian yang relatif tinggi.

Di dalam sistem ekonomi terbuka, besarnya kontribusi produk terhadap PDB dari sektor pertanian baik lewat pasar maupun lewat keterkaitan produksi dengan sektor-sektor nonpertanian, misalnya industri manufaktur, juga sangat dipengaruhi oleh persiapan sektor itu sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar. Dari sisi pasar, kasus Indonesia menunjukan bahwa banyak industri barang-barang dari kayu dan rotan sering mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku di dalam negeri karena komoditi-komoditi tersebut di ekspor dengan harga jual di pasar luar negeri jauh lebih mahal dari pada dijual ke industri-industri tersebut.

  • Kontribusi Pasar

Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.

Peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap diversifikasi dan pertumbuhan output sektor-sektor nonpertanian seperti yang dijelaskan di atas sangat tergantung pada dua faktor penting yang dapat dianggap sebagai prasyarat. Pertama, dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam neger, tetapi juga barang-barang impor. Di dalam sistem ekonomi tertutup, kebutuhan petani akan berang-barang nonmakanan mau tidak mau harus di penuhi oleh industri di dalam negeri. Jadi, secara teoritis, efek dari pertumbuhan permintaan di pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri domestik terjamin sepenuhnya. ini berbeda jika sistem ekonomi adalah terbuka, dimana industri dalam negeri menghadapi persaingan dari barang-barang impor. Dengan kata lain, dalam sistem ekonomi terbuka, pertumbuhan konsumsi yang tinggi di sektor-sektor nonpertanian.

Kedua, jenis teknologi yang digunakan di sektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau moderenisasi di sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produsen buatan industri dari kegiatan-kegiatan pertanian tradisional lebih kecil dibanding permintaan dari sektor pertanian yang sudah moderen

  • Kontribusi Faktor-faktor Produksi

Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain itu, meurut teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis dan telah terbukti dalam banyak kasus, bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus tenaga kerja dari pertanian ke industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontriibusi faktor-faktor produksi.

Ada dua faktor produksi yang dapat dialihkan dari pertanian ke saktor-sektor nonpertanian, tanpa harus mengurangi volume produksi disektor pertama. Di Indonesia, keterkaitan investasi (I) antara sektor pertanian dengan sektor-sektor non pertanian sangat perlu ditingkatkan terutama untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada pinjaman luar negeri.

Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Pertama, petani-petani harus menjual sebagian dari outputnya ke luar sektornya. Kedua, petani-petani harus merupakan penabung neto, dan untuk ini pengeluaran mereka untuk konsumsi harus lebih kecil dari pada produksi mereka. Ketiga, tabungan para petani harus lebih besar dari pada kebutuhan investasi di sektor pertanian.

  • Kontribusi Devisa

Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan, baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor. Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.

Kontribusi sektor pertanian terhadapa peningkata devisa adalah lewatt peningkatan ekspor atau pengurangan tingkat ketergantungan negara tersebut terhadap impor atas komoditi-komoditi pertanian. Tentu, kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bisa bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk berbasis pertanian seperti makanan dan minuman, tekstil dan produk-produknya, barang-barang dari kulit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain.

Akan tetapi, peran sektor pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Seperti telah dibahas sebelumnya, krontribusi produk dari sektor pertanian terhadap pasar dan industri domestik bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian diekspor dan sebagian besar kebutuhan pasar domestik disuplai oleh produk-produk impor. Dalam kata lain, usaha peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negatif terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya, usaha memebuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambar bagi pertumbuhan ekspor pertanian.

Untuk menghindari trade-off seperti ini, maka ada dua hal yang perlu dilakukan disektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi disatu sisi, dan meningkatkan daya saing produk-produknya disisi lain. Namun bagi banyak LDCs termasuk Indonesia, melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah, terutama karena keterbatasan tekhnologi, SDM, dan K.

Peranan Sektor Pertanian

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, danstatistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh “petani tembakau” atau “petani ikan”. Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.

Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.

Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya.

Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen.

Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif (Irawan, 2004, dalam Irawan, 2006).

Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur (triple track strategy) untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan.

Sektor Pertanian Merupakan Sektor Paling Penting

Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.

Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.

Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.

Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.

Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.

Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.

Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.

Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.

Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.

Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Di tengah berbagai permasalahan, sektor pertanian masih memegang peran yang sangat strategis bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Selama periode 1996-2002, rata-rata untuk setiap 10 orang pekerja Indonesia, 4-5 diantaranya bekerja atau berusaha di lapangan usaha itu. Sementara itu, berdasarkan data sakernas tahun 2006, penduduk Indonesia yang bekerja dalam bidang pertanian mencapai 42.039.250 orang dari 95.177.102 orang (44,2%) penduduk Indonesia yang bekerja. Memperhatikan hal tersebut, maka kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia sangat tidak realistis jika mengabaikan sektor pertanian. Sektor ini lah yang justru tidak mengalami pukulan yang hebat di saat sektor lain mengalami keterpurukan oleh krisis ekonomi. Bahkan beberapa komoditi pertanian, terutama perikanan justru mengalami keuntungan luar biasa pada saat krisis ekonomi terjadi.

Data di atas menunjukan bahwa pekerja Indonesia masih sangat terkonsentrasi pada profesi petani. Profesi-profesi lain yang tergolong memiliki produktivitas tinggi termasuk profesional/teknisi dan managerial/admiinistrasi masih sangat rendah proporsinya. Walaupun demikian, terdapat adanya kecenderungan semakin meningkatnya persentase penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga kerja sektor bukan petani meningkat lebih dari 16,5 juta orang. Sektor perdagangan, jasa, industri dan kontruksi mengalami pertambahan tenaga kerja mencolok. Selama kurun waktu itu, tenaga kerja bukan petani secara keseluruhan tumbuh sekitar 6,0 persen pertahun.

masih tingginya daya serap sektor pertanian tidak disertai dengan upaya yang memadai dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang kondusif untuk berkembanganya sektor tersebut. Petani dan sektor pertanian masih di tempatkan pada posisi marginal. Kebijakan pemerintah cenderung bertentangan dengan keinginan para petani. Kebijakan impor beras, gula, dan komoditi lainnya mencerinkan pertentangan antara keinginan petani dan pemerintah. Kondisi ini membuat nasib petani tidak beranjak menjadi lebih baik. pernyataan Bank Dunia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa kenaikan harga beras menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 3,1 juta orang.

Sektor pertanian juga semakin tergeser oleh sektor lainnya dengan semakin tingginya alih fungsi lahan peranian dan semakin luasnya lahan kritis. Pembangunan permukiman yang meluas sampai ke daerah pedesaan membuat lahan pertanian yang subur tidak lagi menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Desakan kebutuhan akan lahan kemudian muncul ketika petani sudah tidak memiliki lahan yang memadai untuk diolah. Pada akhirnya mereka membuka lahan baru yang seharusnya menjadi lahan konservasi, sehingga lahan kritis juga semakin luas.

Sumber Daya Manusia Dalam Pertanian

Sumber daya manusia (SDM) adalah tenaga kerja yang mampu bekerja dan melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan tanaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (UU Ketenaga Kerjaan). Kondisi SDM dlaam bidang pertanian atau petani di Indonesia masih sangat rendah. DIlihat dari pendidikannya 59, 2% petani tidak menamatkan SD, sebanyak 32,1%, tamatan SLTP dan SLTA masing-masing 5,7 dan 2,9%.

Rendahnya tingkat pendidikan petani juga diikuti oleh rendahnya produktivitas kerja. Pada tahun 2002 produktivitas sektor pertanian bernilai Rp 1,69 juta perorang. Pada tahun 2003 nilainya turun menjadi Rp 1,68 juta perorang. Sementara itu, pada sektor lainnya (pertambangan, listrik gas dan air) angka produktivitas mencapai Rp 54,94 juta perorang. Di sektor perdagangan besar, perdagangan eceran, rumah makan dan hotel mencapai nilai Rp 4,21 juta per orang, dan merupakan urutan kedua terendah setelah pertanian. Angka produktivitas tersebut mengandung arti bahwa sektor pertanian saat ini dalam kondisi yang sudah jenuh terhadap kesempatan kerja.

Rendahnya produktivitas tenaga kerja pertanian tersebut terkait dengan kondisi umur, tingkat pendidikan, curahan jam kerja, dan luas garapan pertanian. Sebaran tenaga kerja pertanian (diluar perikanan dan kehutanan) berdasarkan kelompok umur 25-44 tahun (46%), kemudian kelompok umur diatas 45 tahun (38%), dan kelompok umur kurang dari 25 tahun (16%). Pada masa yang akan datang di khawatirkan akan kekurangan tenaga kerja pertanian. Tren aging agriculture sudah mulai terlihat pada sektor pertanian yaitu tenaga kerjanya mulai menunjukan komposisi penduduk usia lanjut yang semakin besar.

Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian

http://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-6-sektor-pertanian.html

http://eviienurafiani.blogspot.com/2011/03/perekonomian-indonesia-bab-6-sektor.html

http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2010/06/09/23/Sektor-Pertanian-dan-Struktur-Perekonomian-Indonesia >> Firmanzah, PhD
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

http://file.upi.edu/Direktori/B%20-%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20GEOGRAFI/197106041999031%20-%20IWAN%20SETIAWAN/tenaga%20kerja.pdf

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

1. PENDAHULUAN

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.

Masalah kemiskinan yang dihadapi di setiap negara akan selaludi barengi dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang kemudian menghasilkan pengangguran, ketimpangan dalam distribusi pendapatan nasional maupun pembangunan, dan pendidikan yang menjadi modal utama untuk dapat bersaing di dunia kerja dewasa ini
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata. Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya “buttom-up intervention” dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur].
Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.

Kondisi Umum Masyarakat

Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.”

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) 2000 kasus balita kekurangan gizi dan 206 anak di bawah lima tahun gizi buruk. Sedangkan di Bogor selama 2005 tercatat sebanyak 240 balita menderita gizi buruk dan 35 balita yang statusnya marasmus dan satu di antaranya positif busung lapar. Sementara di Jakarta Timur sebanyak 10.987 balita menderita kekurangan gizi. Dan, di Jakarta Utara menurut data Pembinaan Peran Serta Masyarakat Kesehatan Masyarakat [PPSM Kesmas] Jakut pada Desember 2005 kasus gizi buruk pada bayi sebanyak 1.079 kasus.

BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

  • INDIKATOR KESENJANGAN

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.

Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.

  • INDIKATOR KEMISKINAN

Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).

Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut

PENEMUAN EMPIRIS KASUS INDONESIA

1. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan. Badan Pusat Statistik menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS): data pengeluaran konsumsi sebagai proxy distribusi pendapatan.

  • Pertengahan 1997 pendapatan per kapita lebih dari 1000 dollar AS.
  • Tahun 1965-1970: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 2,7% dan koefisien Gini sebesar 0,35.
  • Tahun 1971-1980: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 5,4% dan koefisien Gini sebesar 0,3 ketidak merataan menurun.
  • Tahun 1998″ koefisien Gini sebesar 0,32.
  • Tahun 1999: koefisien Gini sebesar 0,33.

Bedasarkan kondisi geografis, terdapat perbaikan distribusi pendapatan pedesaan (0,26-0,31) dibandingkan di perkotaan (0,33). Perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan Indonesia disebabkan oleh:

  • Arus tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan
  • Struktur pasar di pedesaan lebih sederhana dibandingkan di perkotaan, distorsii pasar di pedesaan lebih kecil dibanding di perkotaan.

Dampak positif proses pembangunan nasional

  • Semakin banyak kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian di pedesaan
  • Prokdutivitas dan pendapatan riil tenaga kerja di sektor pertanian meningkat
  • Potensi sumber daya alam di pedesaan semakin baik di manfaatkan penduduk desa

Data pengeluarankonsumsi dipakai sebagaipendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat, walau diakui cara demikian memiliki kelemahan serius.  Penggunaan data pengeluaran konsumsi bisa memberi informasi mengenai pendapatan yang under estimate.  Alasannya sederhana, jumlah pengeluaran konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah pendapatan yang diterimanya, bias lebih besar atau lebih kecil.  Misalnya, pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsinya juga besar.  Dalam hal ini berarti ada tabungan.  Sedangkan bila jumlah pendapatannya rendah, tidak selalu berarti jumlah konsumsinya juga rendah.  Banyak rumah tangga memakai kredit bank untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya membeli rumah, mobil dan untuk membiayai sekolah anak atau bahkan untuk liburan.

Pengertian pendapatan (income) yang artinya pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama dengan pengertian kekayaan (wealth).  Kekayaan seseorang bias jauh lebih besar daripada pendapatannya.  Seseorang bias saja tidak punya pendapatan/pekerjaan (penghasilan), tetapi ia sangat kaya karena ada warisan keluarga.  Banyak pengusaha muda di Indonesia kalau diukur dari tingkat pendapatan mereka tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kayak arena perusahaan dimana mereka bekerja adalah milik mereka (atau milik orangtua mereka).

Menjelang pertengahan 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi, tingkat pendapatan per kepala di Indonesia sudah melebihi 1000 dolar AS, jauh lebih tinggi dibanding  30 tahun lalu.  Namun, apa artinya jika hanya 10% saja dari seluruh jumlah penduduk tanah air yang menikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional atau PDB.  Sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10% dari pendapatan nasional.

Jika kondisi di atas dibandingkan dengan Negara-negara maju yang distribusi pendapatannya lebih baik, misalnya Swiss, dengan menggunakan kurva Lorenz, maka kurva tersebut untuk Indonesia bentuknya lebih melebar sedangkan kurva Lorenz untuk Swiss lebih mendekati garis equality. Dengan kata lain, daerah konsentrasi pendapatan di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Swiss.

2. Kemiskinan

Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.

Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.

Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan  tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.

Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang- barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Tidak sulit mencari factor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari factor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana penyebab sebenarnya (utama) serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan.

Kalau diuraikan satu persatu, jumlah factor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas SDA, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan.  Kalau diamati, sebagian besar dari factor-faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain.  Misalnya, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat upah netinya berkurang lagi, dan seterusnya.  Jadi tidak mudah memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin karena upah netonya rendah.

Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:

• Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

• Angkatan Kerja. Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga
kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan.

• Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan.Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata.

KEBIJAKAN ANTI-KEMISKINAN: STRATEGI DAN INTERVENSI

Ada 3 (tiga) pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:

1.      Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pro kemiskinan

2.      Pemerintahan yang baik (good governance)

3.      Pembangunan social

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran atau tujuannya.  Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, menengah dan panjang.

Intervensi lainnya adalah manajemen lingkungan dan SDA.  Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan sendirinya menjadi factor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.

Intervensi jangka pendek terutama pembangunan sector pertanian dan ekonomi pedesaan, pembangunan transportasi, komunikasi, energy dan keuangan, peningkatan peran serta masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses pembangunan dan proteksi social (termasuk pembangunan system jaminan social).

Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :

  1. Intervensi jangka pendek, berupa :
  • Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
  • Manajemen lingkungan dan SDA
  • Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
  • Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
  • Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
  1. Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
  • Pembangunan/penguatan sektor usaha
  • Kerjsama regional
  • Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
  • Desentralisasi
  • Pendidikan dan kesehatan
  • Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
  • Pembagian tanah pertanian yang merata

 

Referensi :

Tambunan, Tulus (2003), “Perekonomian Indonesia”, Ghalia Indonesia, Jakarta

http://blog.uin-malang.ac.id/nita/2011/01/06/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/

http://lisnaaswida.blogspot.com/2011/03/bab-4-kemiskinan-dan-kesenjangan.html

http://tiwimuliawan.blog.com/2009/10/13/ekonomi-indonesia/

http://anindyaditakhoirina.wordpress.com/2011/02/11/tugas-1-perekonomian-indonesia-terhadap-kemiskinan/

 

 

Neraca Pembayaran

1. Pendahuluan

Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, utang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Jadi tujuan dibuatnya neraca adalah untuk menunjukan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu tutup buku dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiskal kalender.

Dua neraca penting dalam suatu neraca pembayaran adalah neraca perdagangan dan neraca keseluruhan. Neraca perdagangan menunjukkan perimbangan di antara ekspor dan impor. Sedangkan neraca keseluruhan menunjukkan perimbangan di antara keseluruhan aliran pembayaran ke luar negeri dan keseluruhan aliran penerimaan dari luar negeri. Defisit neracapembayaran berarti pembayaran ke luar negeri melebihi penerimaan dari luar negeri. Salah satu faktor penting yang menimbulkan defisit tersebut.

Tujuan Neraca Pembayaran lainnya :
Penyusunan neraca pembayaran mempunyai beberapa tujuan, diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai bahan keterangan kepada pemerintah mengenai posisi internasional negara yang bersangkutan.
b. Sebagai bahan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dibidang pilitik perdagangan dari urusan pembayarannya.
c. Sebagai bahan untuk membantu pemerintah dalam mengambil keputusan di bidang politik moneter dan fiskal.

Sementara fungsi neraca pembayaran adalah sebagai berikut.
a. Sebagai suatu alat pembukuan dan alat pembayaran luar negeri agar pemerintah dapat mengambil keputusan, apakah negara dapat melanjutkan masuknya barang-barang luar negeri dan dapat menyelesaikan pembayaran tepat pada waktunya.
b. Sebagai suatu alat untuk menjelaskan pengaruh dan trnsaksi luar negeri terhadap pendapatan nasional.
c. Sebagai suatu alat untuk mengukur keadaan perekonomian dalam hubungan internasional dari suatu negara.
d. Sebagai suatu alat kebijakan moneter yang akan dilaksanakan oleh suatu negara.

Neraca pembayaran disusun sesuai prinsip double entry bookkeeping,yaitu pembukuan ke salah satu sisi neraca disebut debit, pembukuan ke sisi yang satunya disebut kredit. Seperti akan kita lihat, neraca pembayaran tersusun atas beberapa rekening; defisit dalam satu atau beberapa rekening harus diimbangi dengan surplus pada rekening yang lain. Jadi, debit total harus seimbang atau sama dengan kredit total, sehingga sesuai dengan istilah balanceatau neraca. Neraca pembayaran memberikan perbandingan dalam periode waktu tertentu, satu tahun misalnya, antara pembayaran memberikan ke luar atau outflow keluar negeri yang dibukukan sebagai debit, yang dibukukan sebagai kredit. Bagian selanjutnya akan menggambarkan rekening utama dalam neraca pembayaran.

Neraca terdiri dari :

  • Aktiva

Aktiva dapat dibedakan menjadi aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukar menjadi uang tunai. Sedangkan aktiva tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang

  • Utang

Utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi. Utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Utang dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu utang lancar atau utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang lancar atau utang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya dilakukan dlama jangka pendek (1 tahun). Sedangkan utang jangka panjang adalah kewajiban perusahaan yang jangka waktu pembayarannya merupakan jangka panjang (lebih dari 1 tahun).

  • Modal

Modal adalah suatu hak atau bagian yang dimiliki oleh perusahaan yang ditunjukan dalam pos modal, surplus dan laba yang ditahan.

  • Laporan Rugi Laba

Laporan rugi laba merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh suatu perusahaan selama periode tertentu.

  • Laporan Perubahan Modal

Laporan perubahan modal adalah sutau laporan yang menunjukan sebab-sebab dari terjadinya perubahan modal perusahaan. Untuk perusahaan dengan bentuk perseroan, posisi perubahan modalnya ditunjukkan dalam laporan laba tidak dibagi.

Oleh karena itu neraca pembayaran sangat berguna menunjukan struktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional dari suatu negara. Neraca pembayaran atau BOP terdiri atas tiga saldo, yakni saldo neraca transaksi berjalan (TB), saldo neraca modal (CA),  dan saldo neraca moneter (MA).

a. Transaksi berjalan (current account).

Saldo TB adalah jumlah saldo dari neraca perdagangan (NP) yang mencatat ekspor (X) dan impor (M) barang, neraca jasa (NJ), yang mencatat X dan M jasa termasuk pendapatan / pembayaran royalti dan bunga deposito, transfer keuntungan bagi investor asing, pembayaran bunga cicilan utang luar negeri (ULN), dan kiriman uang masuk dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan transaksi sepihak, yakni yang mencatat transaksi keuangan internasional sepihak atau tanpa melakukan kegiatan tertentu sebagai konpensasi dari pihak penerima.

Transaksi berjalan umumnya digunakan untuk menilai neraca perdagangan. Neraca Perdagangan secara sederhana merupakan selisih/perbedaan antara ekspor dan impor. Jika impor lebih tinggi dari ekspor, maka yang terjadi adalah defisit neraca perdagangan.

Sebaliknya, jika ekspor lebih tinggi dari impor, yang terjadi adalah surplus. Sedangkan Neraca Jasa adalah neraca perdagangan ditambah jumlah pembayaran bunga kepada para investor luar negeri dan penerimaan dividen dari investasi di luar negeri, serta penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan pariwisata dan transaksitransaksi ekonomi lainnya.

Keseimbangan transaksi berjalan merupakan keseimbangan yang dihitung dari transaksi barang, jasa, hasil modal dan transaksi unilateral. Transaksi dinyatakan seimbang apabila arus uang yang masuk sama besarnya dengan arus barang yang keluar dari hasil transaksi barang, jasa, hasil modal dan transaksi unilateral yang terjadi antarnegara.

b. Neraca Modal (Capital Account)

Saldo CA adalah neraca yang mencatat arus modal (K) jangka pendek dan jangka panjang masuk dan keluar, yang terdiri atas K pemerintah neto dan lalu lintas K swasta neto. K pemerintah neto adalah selisih antara pinjaman baru yang didapat pada periode sebelumnya yang sudah jatuh tempo. Lalu lintas K swasta neto adalah selisih antara investasi (I) yang masuk, pinjaman swasta dari luar negeri, dan pelunasan utang pokok swasta dan dana I ke luar negeri.

Untuk dapat membeli aset luar negeri diperlukan valuta asing, dengan demikian arus modal neto menggambarkandemand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing ditentukan oleh demand valas untuk membeli barang-barang dan jasa dan demand terhadap valas untuk membeli aset. Neraca Modal adalah ukuran investasi jangka pendek dan jangka panjang suatu negara, termasuk investasi langsung luar negeri dan investasi dalam sekuritas.

Keseimbangan transaksi modal merupakan keseimbangan yang dihitung dari transaksi investasi jangka panjang, investasi jangka pendek, pemindahan emas, dan transaksi pengangkatan mata uang. Neraca transaksi modal dinyatakan seimbang bila arus uang dan tabungan yang keluar sama besarnya dengan arus uang yang masuk dari transaksi-transaksi tersebut yang terjadi antarnegara.

c. Cadangan Devisa Negara (Official Reserves Account)

Saldo MA adalah neraca yang mencatat perubahan cadangan devisa (CD) berdasarkan transaksi arus devisa yang masuk ke keluar dari suatu negara dalam suatu periode tertentu yang di catat oleh bank sentralnya. Sedangkan perubahan CD atau saldo devisa yang diperoleh dari penjumlahan saldo TB dan saldo CA, jadi bukan CD yang dicatat secara resmi, disebut neraca cadangan (RA).

Mengukur perubahan-perubahan dalam cadangan internasional yang dimiliki oleh otoritas keuangan suatu negara. Hal ini mencerminkan surplus atau defisit transaksi-transaksi ekonomi neraca berjalan dan meraca modal suatu negara yang dihasilkan dengan cara mencari nilai selisih (netting) dari cadangan aset dan cadangan hutang. Cadangan devisa terdiri dari :

a) Cadangan internasional yang terdiri dari emas dan aset luar negeri yang dapat diperdagangkan.

b) Peningkatan dalam tiap aset tercatat sebagai debit

c) Penurunan cadangan aset tercatat sebagai kredit

Keseimbangan Neraca Pembayaran merupakan keseimbangan yang terjadi akibat transaksi berjalan dan transaksi modal. Keseimbangan neraca pembayaran akan terajdi bilamana arus uang masuk yang terjadi akibat transaksi berjalan dan transaksi modal sama besar dengan arus uang keluar dari transaksi tersebut di atas yang terjadi antarnegara.

Ukuran-ukuran Neraca Pembayaran

1. Basic balance focus pada transaksi-transaksi yang dianggap penting bagi kesehatan ekonomis valuta. Basic balancemenyeimbangkan neraca berjalan dan arus modal jangka panjang, namun tidak mengikutsertakan arus modal jangka pendek, seperti deposito deposito bank yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor temporer; kebijakan moneter jangka pendek, perubahan-perubahan dalam suku bunga dan antisipasi-antisipasi fluktuasi valuta. Basic balancemenekankan trend jangka waktu yang lebih panjang pada neraca pembayaran.

2. Net liquidity balance (neraca likuiditas neto) atau neraca keseluruhan meliputi basic balance ditambah arus modal jangka pendek tidak likuid pihak swasta dan error and omission. Neraca Keseluruhan mengukur perubahan pinjaman pihak swasta domestik atau pinjaman pihak swasta domestik ke luar negeri yang dibutuhkan untuk mempertahankan pembayaran dalam posisi equilibrium tanpa menyesuaikan cadangan devisa. Arus modal swasta jangka pendek tidak likuid dan error and omission tercatat dalam neraca, sementara aset dan hutang likuid tidak dicatat (dikeluarkan).

3. Neraca transaksi cadangan devisa menunjukkan penyesuaian cadangan devisa yang akan dibuat untuk mencapaiequilibrium neraca. Karena neraca pembayaran harus diseimbangkan, tiap perbedaan yang tidak dapat ditelusuri atas transaksi-transaksi tertentu dicatat dalam statistical discrepancy (selisih yang belum dapat diperhitungkan).

Bagi Indonesia, modal asing diperlukan bukan hanya untuk membiayai defisit neraca transaksi berjalan atau menutupi kekurangan cadangan devisa, tetapi juga untuk membiayai investasi di dalam negeri. Defisit neraca transaksi berjalan paling tidak harus di konpensasi dalam jumlah yang sama oleh surplus neraca modal agar cadangan devisa tidak berkurang. Berarti semakin besar defisit neraca transaksi berjalan, semakin besar arus modal masuk yang diperlukan untuk menjaga agar cadangan devisa tidak berkurang.

Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat kesempatan kerja, tingkat harga umum, dan posisi neraca pembayaran suatu negara. Pendapatan nasional dapat didefinisikan sebagai:

 

– Nilai barang dan jasa yang diproduksi masyarakat suatu negara dalam satu periode tertentu (satu tahun)

– Jumlah pengeluaran nasional untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan

– Jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa.

Jika dilihat dari jumlah barang dan jasa yang dihasilkan, pendapatan nasional dapat dikelompokkan menjadi:

1. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) yaitu nilai barang dan jasa yang diproduksi masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. GDP dihitung dengan menjumlahkan semua hasil produksi barang dan jasa dari masyarakat yang tinggal di suatu negara, ditambah warga negara asing yang bekerja di negara tersebut. Selain PDB, kita mengenal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh masyarakat yang tinggal di suatu daerah (region).

2. Produk Nasional Bruto (Gross National Product)

Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP) yaitu seluruh nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara suatu negara tertentu di manapun berada dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. PNB dapat dirumuskan sebagai berikut. PNB = PDB – PFPN Pendapatan Faktor Produksi Neto (PFPN) merupakan selisih antara pendapatan atau produk yang dihasilkan oleh masyarakat yang berada di luar negeri (FPLN) dan pendapatan atau produk yang dihasilkan oleh masyarakat asing di dalam negeri (FPDN).

Umumnya, PFPN negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia bernilai negatif. Artinya, impor faktor produksi lebih besar daripada ekspor faktor produksi. Oleh karena itu, di negara sedang berkembang nilai PNB lebih kecil daripada nilai PDB.

3. Produk Nasional Neto (Net National Product)

Produk Nasional Neto (PNN) yaitu seluruh nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu biasanya satu tahun, setelah dikurangi penyusutan dan barang pengganti modal. PNN dapat dirumuskan sebagai berikut.

PNN = PNB – (Penyusutan + Barang pengganti modal) Produk GNP menyebabkan barang modal yang ada menjadi habis, misalnya mesin menjadi habis karena digunakan. Jika sumber daya ini tidak digunakan untuk menggantikan barang modal yang ada, GNP tidak mungkin dipertahankan pada periode yang berlaku.

4. Pendapatan Nasional Neto (Net National Income)

Net National Income yaitu jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat dalam periode tertentu biasanya satu tahun, setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax). Pajak tidak langsung yaitu pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain, misalnya pajak penjualan, pajak impor, bea ekspor, dan cukai. Pendapatan Nasional (PN) dapat dirumuskan sebagai berikut.

PN = PNN – Pajak tidak langsung

5. Pendapatan Perseorangan (Personal Income)

Pendapatan perseorangan yaitu jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat yang benar-benar sampai ke tangan masyarakat. Besarnya PI yaitu PNN ditambah transfer payment (TP) dikurangi iuran jaminan sosial (IJS), iuran asuransi (IA), laba ditahan (LD), dan pajak perseorangan (PP). Pendapatan perseorangan dapat dirumuskan sebagai berikut.

PI = (PNN + TP) – (IJS + IA + LD + PP)

6. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan (Disposable Income)

Pendapatan disposabel yaitu pendapatan yang diterima masyarakat dan siap untuk dibelanjakan penerimanya, setelah dikurangi pajak langsung. Besarnya untuk DI yaitu PI setelah dikurangi dengan pajak langsung, dapat dirumuskan sebagai berikut.

DI = PI – Pajak langsung

7. Pendapatan per Kapita (Income per Capita)

Pendapatan per kapita (income per capita) yaitu pendapatan ratarata penduduk suatu negara pada periode tertentu, biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.

Konsep pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita pada umumnya yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB).

 

 

referensi :

Tambunan, Tulus (2003), “Perekonomian Indonesia”, Ghalia Indonesia, Jakarta

Anoraga, Pandji (2007), “Pengantar Bisnis”, Rineka Cipta, Jakarta

http://sobatbaru.blogspot.com/2008/08/pengertian-neraca-pembayaran.html

http://erlan-abuhanifa.blogspot.com/2009/04/neraca-pembayaran.html

http://makalah85.blogspot.com/2008/11/neraca-pembayaran.html

http://gurumuda.com/bse/konsep-pendapatan-nasional

 

Sistem Perekonomian Indonesia

Pendahuluan

Tidak ada satu negarapun yang bisa menerapkan suatu system perekonomian secara ekstrim. Di Indonesia, pemerintah mempunyai peran penting sebagai wasit dalam mengawasi jalannnya perekonomian.

Pemerintah perlu mendukung dan melindungi para pelaku ekonomi atau masyarakat ekonomi lemah demikian pula terhadap para pengusaha muda, dengan berbagai kebijakan yang meringankan, sehingga pada akhirnya dapat tumbuh mandiri.

Agar perekonomian dapat tumbuh dengan baik, perlu pemerintahan yang bersih dan efektif serta pemerintahan yang sehat dan memiliki birokrasi yang efisien dan dapat mengawasi aliran modal yang masuk ke dalam negeri sehingga terhindar dari praktek monopoli. Salah satu factor penyebab kompetisi ekonomi yang tidak sehat adalah pemerintahan yang tidak sehat.

Ciri Positif Demokrasi Ekonomi

  • Sebagai usaha bersama berdasar perekonomian disusun azas kekeluargaan.
  • Cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  • Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
  • Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga- lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga perwakilan rakyat.
  • Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
  • Hak milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
  • Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas- batas tidak merugikan kepentingan umum.
  • Fakir miskin dan anak- anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Ciri Negatif yang Harus Dihindari

  • Sistem free fight liberalisme yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain.
  • Sistem etatisme dimana negara dan aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mematikan potensi dan kreasi unit- unit ekonomi diluar sektor negara.
  • Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli.

Fungsi Negara Dalam Ekonomi

  • Fungsi Perfektif, menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan falsafah negara dan Undang- Undang Dasar 1945.
  • Fungsi Direktif, mengatur dan melaksanakan kegiatan perekonomian yang sesuai dengan sistem perekonomian Indonesia.
  • Fungsi korektif, penegakan hukum dalam penyelenggaran kegiatan ekonomi.

Tujuan Mengatur Perekonomian

  • Menjamin kesempatan kerja penuh bagi warga negara.
  • Mencapai perkembangan regional yang seimbang.
  • Mempertahankan tingkat harga yang stabil
  • Memperbaiki neraca pembayaran.
  • Meningkatkan pertumbuhan produksi nasional yang mantap.

A. Pengertian Sistem Ekonomi

Pengertian sistem ekonomi menurut Dumairy adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia sebagai objek, serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinya dalam kegiatan berekonomi. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga-lembaga ekonomi, cara kerja, mekanisme hubungan, hukum dan peraturan-peraturan perekonomian, serta kaidah dan norma-norma lain, yang dipilih atau diterima atau diterapkan oleh masyarakat di tempat tatanan kehidupan yang bersangkutan langsung.

Menurut Lemhannas (1989), ada 8 kekuatan yang mempengaruhi sistem ekonomi yang di terapkan/dipilih oleh suatu negara, yaitu :

  • Falsafah dan ideologi
  • Akumulasi ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakatnya
  • Nilai-nilai moral dan adat kebiasaan masyarakatnya
  • Karakteristik demografinya
  • Nilai estetika, norma-norma serta kebudayaan masyarakatnya
  • Sistem hukum nasionalnya
  • Sistem politiknya
  • Subsistem-subsistem sosialnya, termasuk pengalaman sejarah pada masa lalu serta uji coba yang dilakukan masyarakatnya dalam mewujudkan tujuan ekonominya.

Perbedaan satu sistem dengan sistem lainnya terlihat dari ciri-ciri dibawah ini menurut Sanusi :

  • Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkan
  • Kebebasan masyarakat dalam memilih lapangan kerja
  • Pengaturan pemilihan/pemakaian alat-alat produksi
  • Pemilihan usaha yang di manifestasikan dalam tanggung jawab manajer
  • Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh
  • Pengaturan motivasi usaha
  • Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi
  • Penentuan pertumbuhan ekonomi
  • Pengendalian stabilitas ekonomi
  • Pengambilan keputusan
  • Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan

B. Macam-Macam Sistem Ekonomi

Sistem Ekonomi Tradisional

Sistem ekonomi tradisional merupakan sistem ekonomi yang diterapkan oleh masyarakat zaman dahulu. Dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai sosial, kebudayaan, dan kebiasaan masyarakat setempat sangat berpengaruh kuat. Dalam sistem ekonomi tradisional, tugas pemerintah hanya terbatas memberikan perlindungan dalam bentuk pertahanan, dan menjaga ketertiban umum. Dengan kata lain kegiatan ekonomi yaitu masalah apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi semuanya diatur oleh masyarakat.

Ciri dari sistem ekonomi tradisional adalah :

  • Teknik produksi dipelajari secara turun temurun  dan bersifat sederhana
  • Hanya sedikit menggunakan modal
  • Pertukaran dilakukan dengan sistem barter (barang dengan barang)
  • Belum mengenal pembagian kerja
  • Masih terikat tradisi
  • Kehidupan gotong-royong dan kekeluargaan sangat dominan
  • Tanah sebagai tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran
  • Aturan yang dipakai adalah aturan tradisi, adat istiadat, dan kebiasaan

Sistem ekonomi tradisional memiliki kelebihan sebagai berikut :

  • Tidak terdapat persaingan yang tidak sehat, hubungan antar individu sangat erat
  • Masyarakat merasa sangat aman, karena tidak ada beban berat yang harus dipikul
  • Tidak individualistis

Kelemahan dari sistem ekonomi tradisional adalah :

  • Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, sehingga produktivitas rendah
  • Mutu barang hasil produksi masih rendah

Sistem Ekonomi Pasar (Liberal/Bebas)

Sistem ekonomi pasar sering juga disebut sistem ekonomi liberal. Sistem ekonomi pasar merupakan sistem ekonomi yang menghendaki pengolahan dan pemanfaatan sumber daya di dalam perekonomian yang dilakukan oleh individu dan terbebas dari campur tangan pemerintah. Salah satu ciri sistem ekonomi pasar adalah berlakunya persaingan secara bebas. Akibatnya yang kuat bertambah kuat, sedang yang lemah semakin terdesak tidak berdaya. Untuk mengatasi keadaan itu pemerintah ikut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan yang dianggap perlu, sehingga terbentuk sistem ekonomi pasar yang terkendali, bukan ekonomi bebas lagi.

Ciri dari sistem ekonomi pasar adalah :

  • Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal
  • Setiap orang bebas menggunakan  barang dan jasa yang dimilikinya
  • Aktivitas ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba
  • Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta)
  • Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar
  • Persaingan dilakukan secara bebas
  • Peranan modal sangat vital
  • Hak milik atas alat-alat produksi dan distribusi merupakan hak milik perseorangan yang dilindungi sepenuhnya oleh negara.

Kebaikan dari sistem ekonomi antara lain:

  • Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi
  • Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi
  • Munculnya persaingan untuk maju
  • Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu tidak akan laku dipasar
  • Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba

Kelemahan dari sistem ekonomi antara lain:

  • Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan
  • Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal
  • Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat
  • Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasisumber daya oleh individu

Sistem Ekonomi Komando (Terpusat)

Sistem ekonomi komando sering juga disebut sebagai sistem ekonomi sosialis atau terpusat. Sistem ekonomi komando merupakan sistem ekonomi yang menghendaki pengaturan perekonomian dilakukan oleh pemerintah secara terpusat. Pemerintah bertindak sangat aktif, segala kebutuhan hidup termasuk keamanan dan pertahanan direncanakan oleh pemerintah secara terpusat. Pelaksanaan dilakukan oleh daerah-daerah di bawah satu komando dari pusat. Masalah apa dan berapa, bagaimana dan untuk siapa barang diproduksi, semuanya diatur oleh pemerintah secara terpusat. Kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi dibatasi sehingga inisiatif perorangan tidak dapat berkembang. Pada umumnya sistem ekonomi terpusat ini diterapkan pada negara-negara yang menganut paham komunis.
Ciri dari sistem ekonomi pasar adalah :

  • Semua alat dan sumber-sumber daya dikuasai pemerintah
  • Hak milik perorangan tidak diakui
  • Tidak ada individu atau kelompok yang dapat berusaha dengan bebas dalam kegiatan perekonomian
  • Kebijakan perekonomian diatur sepenuhnya oleh pemerintah

Kebaikan dari sistem ekonomi terpusat adalah:

  • Pemerintah lebih mudah mengendalikan inflasi, pengangguran dan masalah ekonomi lainnya
  • Pasar barang dalam negeri berjalan lancar
  • Pemerintah dapat turut campur dalam hal pembentukan harga
  • Relatif mudah melakukan distribusi pendapatan
  • Jarang terjadi krisis ekonomi

Kelemahan dari sistem ekonomi terpusat adalah :

  • Mematikan inisiatif individu untuk maju
  • Sering terjadi monopoli yang merugikan masyarakat
  • Masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memilih sumber daya

Sistem Ekonomi Campuran

Sistem ekonomi campuran ini mengambil kelebihan dari sistem ekonomi komando dan sistem ekonomi pasar. Dalam sistem ekonomi campuran, persoalan organisasi ekonomi sebagian dipecahkan melalui mekanisme pasar dan sebagian lagi dipecahkan melalui perencanaan pemerintah pusat. Dalam sistem ini sektor swasta dan pemerintah sama-sama diakui. Sistem ekonomi campuran ini dasarnya merupakan perpaduan antara sistem ekonomi terpusat dengan sistem ekonomi pasar.

Ciri dari sistem ekonomi campuran adalah :

  • Merupakan gabungan dari sistem ekonomi pasar dan terpusat
  • Barang modal dan sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah
  • Pemerintah dapat melakukan intervensi dengan membuat peraturan, menetapkan kebijakan fiskal, moneter, membantu dan mengawasi kegiatan swasta.
  • Campur tangan pemerintah dalam perekonomian hanya menyangkut faktor-faktor yang menguasai hajat hidup orang banyak.
  • Kebebasan bagi individu untuk berusaha tetap ada sehingga setiap individu memiliki hak untuk mengembangkan kreativitasnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
  • Hak milik individu atas faktor-faktor produksi diakui, tetapi ada pembetasan dari pemerintah;
  • Peran pemerintah dan sektor swasta berimbang

Sistem Ekonomi Pancasila

Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.

Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :

1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.

2. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.

3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.

4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.

C. Sejarah ekonomi Indonesia

Dasar- Dasar Sistem Ekonomi Indonesia

  • Pasal 33 (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan.
  • Pasal 33 (2): Cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  • Pasal 33 (3) : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebasar- besarnya kemakmuran rakyat.
  • Pasal 33 (4) : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

1. Pemerintahan orde lama

Pemerintahan orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan pada kemerdekaan Indonesia. Namun kata merdeka hanyanya lah dianggap sekedar kata, tetapi perang masih saya terus berlanjut saat pemerintahan orde lama. Hingga menjelangg akhir tahun 1940-an, Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda. Tapi pada akhirnya Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia.

Akibatnya, selama pemerintahan orde lama keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk, walau sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata pertahun hampir 7% selama dekade 1950-an.

Selain itu, selama periode orde lama, kegiatan produksi di sektor pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun nonfisik seperti pendanaan dari bank.

Memang pada masa pemerintahan Soekarno, selain manajemen moneter yang buruk, banyaknya rupiah yang beredar disebabkan oleh kebutuhan pada saat itu untuk membiayai dua peperangan yakni merebut Irian Barat serta pertikaian dengan Malaysia dan Inggris. Ditambah lagi kebutuhan untuk membiayai penumpasan sejumlah pemberontak di beberapa daerah di dalam negeri.

Dilihat dari aspek politiknya selama periode orde lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalamii sistem politik yang sangat demokratis, yakni pada periode 1950-1959, sebelum diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia menunjukan bahwa sistem politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional. Akibat terlalu banyaknya partai politik yang ada dan semuanya ingin berkuasa, sering terjadi konflik antar partai politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak memberi sedikitpun kesempatan untuk membentuk suatu kabinet pemerintah yang solid dan dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya.

Pada akhir september 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu perubahan politik yang drastis di dalam negeri, yang selanjutnya juga mengubah sistem ekonomi yang di anut Indonesia pada masa orde lama, yakni dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semikapitalis.

2. Pemerintaha Orde Baru

Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air.

Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial dan politik serta rehabilitas ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama.

Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru tidak saja disebabkan oleh kemampuan kebinet-kabinet yang dipimpin oleh Presiden Suharto yang jauh lebih baik/solid di banding pada masa Orde Lama dalam menyusun dan melaksanakan rencana, strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru

  • perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
  • sukses transmigrasi
  • sukses KB
  • sukses memerangi buta huruf
  • sukses swasembada pangan
  • pengangguran minimum
  • sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
  • sukses Gerakan Wajib Belajar
  • sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
  • sukses keamanan dalam negeri
  • Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
  • sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

  • semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
  • pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
  • munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
  • kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
  • bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
  • kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
  • kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
  • penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus)
  • tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)

3. Pemerintahan Transisi

Pada bulan September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai mengguncang perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak menjadi lebih buruk, pemerintah Orde Baru mengambil langkah konkret, diantaranya menunda proyek-proyek senilai Rpp 39 triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah tersebut. Pemerintah berusaha untuk menangani masalah krisis rupiah ini dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, setelah menyadari bahwa merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri, karena cadangan dolar AS di BI sudah mulai menipis karena terus digunakan untuk intervensi guna menahan atau mendongkrak kembali nilai rupiah.

8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan membantu keuangan dari IMF. Hal ini juga dilakukan oleh pemeriintah Thailand, Filipina dan Korea Selatan. Seiring dengan paket reformasi yang ditentukan oleh IMF, pemerintah Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat. Ini merupakan awal dari hancurnya perekonomian Indonesia.

Pemulihan ekonomi yang disyaratkan oleh IMF pertama kali diluncurkan pada bulan November 1997, bbersama pinjaman ansuran pertama sebesar 3 miliyar dolar AS. Diharap bahwa dengan disetujuinya paket tersebut oleh pemerintah Indonesia, nilai rupiah akan menguat dan stabil kembali. Kenyataannya menunjukan bahhwa nilai rupiah terus melemah bahkan pernah sampai mencapai Rp 15000 perdolarnya.

Setelah gagal dalam pelaksanaan kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan baru antara pemerintah Indonesia dengan IMF pada bulan Maret 1998 dan dicapai lagi suatu kesepakatan baru pada bulan April 1998. Hasil perundingan dan kesepakatan itu dituang secara lengkap dalam suatu dokumen bernama “Memorandum Tambahan Tentang Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan”

Pada pertengahan tahun 1998, atas kesepakatan dengan IMF dibuat lagi memorandum tambahan tentang kebijakan ekonomi dan keuangan. Tetapi, strategi menyeluruh stabilitas dan reformasi ekonomi adalah tetap seperti yang tercantum dalam memorandum kebijaksanaan ekonomi dan keuangan yang ditandatangani pada tanggal 15 Januari 1998. Krisis rupiah yang menjelma menjadi suatu krisis ekonomi akhirnya juga memunculkan suatu krisis politik yang dapat dikatakan tterbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka tahun 1945.

Menjelang minggu-minggu terakhir bulan Mei 1998, DPR untuk pertama kalinya dalam sejahah Indonesia dikuasai/diduduki oleh ribuan mahasiswa/siswi dari puluhan perguruan tinggi dari Jakarta dan luar Jakarta. Keberhasilan gerrakan mahasiswa tersebut, di satu pihak, dan dari krisis politik dipihak lain, adalah pada tanggal 21 Mei 1998, yakni presiden Suharto mengundurkan diri dan diganti oleh wakilnya, B.J Habibie. Tanggal 23 Mei 1998 Presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal dari pembentukan pemerintahan transisi.

Disebut pemerintahan transisi karena masyarakat menilai bahwa tidak ada yang berubah dari sistem pemerintahan, mereka juga orang-orang rezim Orde Baru, dan bahkan korupsi, kolusi, dan nepotisme semakin menjadi-jadi, kerusuhan muncul dimana-mana dan masalah Suharto tidak terselesaikan. Akhirnya banyak kalangan masyarakat yang menyebutnya pemerintahan transisi dari pada pemerintahan reformasi.

4. Pemerintahan Reformasi

Pada awal pemerintaha reformasi yang dipimpin oleh Presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan pengusaha serta investor, termasuk investor asing menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan Gus Dur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim Orde Baru, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, supremasi hukum, hak asasi manusia, penembakan tragedi Trisakti, Semanggi 1 dan 2, peranan ABRI di dalam politik dan masalah disintegrasi.

Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah Gus Dur terpilih sebagai presiden tidak berlangsung lama. Gus Dur mulai menunjukan sikap dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang kontroversial dan membingungkan pelaku-pelaku bisnis.

Hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Abdulrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah-masalah seperti amandemen UU no. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjaman uang dari luar neggeri, dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya.

5. Pemerintahan Gotong Royong

Setelah Presiden Wahid turun, Megawati menjadi presiden Indonesia yang kelima. Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk dari pada masa pemerintahan Gus Dur. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Meggawati disebabkan antara lain oleh kurang berkembangnya investasi swasta, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Referensi :

http://organisasi.org/ciri-ciri-sistem-ekonomi-pancasila-di-indonesia-belajar-sambil-browsing-internet

http://qkamal.wordpress.com/2010/10/22/ekonomi-macam-macam-sistem-ekonomi/

http://gurumuda.com/bse/pengertian-dan-macam-macam-sistem-ekonomi

http://www.openzine.com/aspx/ReadMore.aspx?ID=23759&lid=77&IssueID=4084&zineID=0&divid=308

http://www.elearning.gunadarma.ac.id/…/perekonomian…/bab1-sistem_perekonomian_indonesia.pdf

http://ichwanmuis.com/?p=222

http://guildofnavigators.forumotion.net/t18-kelebihan-dan-kekurangan-sistem-pemerintahan-orde-baru

Tambunan, Tulus (2003), “Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting”, Ghalia Indonesia, Jakarta